Kamis, 06 Januari 2011

karangan

Bervakansi

05 : 30 Cahaya lampu kuning tersamar disetiap sisinya. Tetesan embun jatuh, membenetuk bercak yang seakan mempunyai arti.  Gas O2 yang ku hirup tak lagi seperti apa yang aku rasakan. jalur berspal hitam mulai dipenuhi, urban siap dimulai di sudut – sudut kota. Aku mulai menelusuri, dari sisi selatan Jakarta yaitu pemberhentian sudimara. Ku tak ingin berbicara baik buruk sarana. Karena aku hanya ingin bervakansi dihari ini. Suara klakson keras terdengar dari arah selatan aku berdiri dengan kecepatan yang membuat sehelai rambut ku bergoyang. Sudirman ekspress namanya, sebuah kendaraan yang dibeli setengah harga dari Negara matahari. Sekali lagi aku tak ingin berbicara baik buruk sarana, karena aku hanya ingin bervakansi.

Kendaraan ini membawa ku melaju, semua orang pun berhenti jika aku lewat, layaknya berseri B1 saja kendaraan ini, senyumku dalam hati. Dukuh atas menjadi tempat pemberhentian aku yang pertama, aku lanjutkan berjalan melawati perbatasan dua jalan utama ibu kota, Sudirman - Thamrin. Dari sisi  aku lihat ke tengah jalan terdapat seseorang yang terus memberikan hormatnya pada negri ini, sungguh hebat seruku dalam hati walau mungkin tak ada yang peduli apa maksud dari patung tersebut yang selalu memberikan hormatnya. Ya, sekali lagi ku tak ingin bercerita baik buruknya sebuah patung.

Kaki ku tertuju kepada sebuah bangunan yang mempunyai tinggi 433 kaki dengan topi  emas seberat 14,5 ton dikepalanya. Sudut pandang yang luar biasa di tengah lalu lalang padatnya kota ini. Hasrat ingin ke puncak bangunan itu, tertunda ketika aku berpikir untuk sejenak duduk di bangku taman. Air mineral yang dikemas dari mata air pegunungan ku minum untuk menghapus dahaga. Sejenak diriku meminum, Pergeseran akan nilai fungsi taman terlihat oleh sisi yang lain dari kedua mata ini. Bukan saatnya berbicara baik buruknya sebuah taman, karena lebih baik bervakansi ke atas monumen.


Dari lantai ketiga bangunan putih ini, aku dapat melihat pemandangan yang luar biasa, dari bagian selatan aku dapat melihat bangunan – bangunan megah, dari utara aku bisa melihat gedung – gedung para pekerja, dari timur aku lihat perkantoran yang tinggi, dan dari barat aku lihat pencakar – pencakar langit yan tinggi. Hebatkan tata kota ini, warna hijaupun tidak ada, seruku dalam hati.

Vakansi aku lanjutkan dengan menggunakan alat tansportasi yang dibanggakan pemerintah Jakarta, Busway namanya. Kendaraan satu ini mengajak aku untuk melaju di dalam satu jalurnya saja. Harmoni, salah satu tempat pemberhentian serta tempat transit yang sedang aku lewati. Sekiranya melewati daerah itu merupakan persinmpangan yang ramai pusat kota Jakarta.

13 : 00 pemberhentian tiba, di halte terakhir, yaitu Kota. Ada yang menarik dari pemberhentian di tempat ini, Yaitu sarana bagi pejalan kaki yang harus melewati bawah tanah untu mencapai pemberhentian busway. Memang menarik, akan tetapi aku tidak akan menceritakan menariknya sebuah sarana.

Taman fatahilah menjadi sandaran istirahat aku siang ini, bangunan tua mengingatkan aku akan penjajahan dikala masanya. Sebuah museum besar, gedung restoran, dan kantor pos masih berbentuk aslinya dari awal pembuatannya. Batu – batu bulat besar menghiasi taman, mulai dari yang kecil hingga yang besar. Semua tertata rapi ataupun tidak rapi terdapat disini.

Bataran surya yang sedang bekerja, membasahi kaos katun ku yang dibeli seperempat harga di musim kemarau ini. Pikir ku, memakan es krim akan menjadi idola pada musim terik. Ya, “Ragusa…,” aku baru teringat akan toko es krim tersebut yang berada di jalan Veteran Jakarta pusat, merupakan toko es krim tertua di Indonesia, jadi sejak jaman penjajahan, sudah eksis es krim Ragusa ini di telinga masyarakat. Serta menjadi es krim nomor satu kaum – kaum company.

“Aku mau kesana,” ucapku sambil melanjutkan perjalanan jalan kakiku ke sebuah stasiun kota. Untuk mencapai ke toko tersebut, aku berhenti di stasiun Gambir dan cukup berjalan kaki saja untuk ke toko es krim itu. Setibanya di Ragusa, tanpa banyak kata – kata aku langsung berkoomunikasi kepada seorang pramuniaga untuk memesan es krim spaghetti, yang merupakan es krim terfavorit di Ragusa.
           
Hari semakin sore, aku tidak bisa berlama – lama di Ragusa. Kembali ku ke stasiun gambir untuk menaiki kereta ke arah manggarai, dan melanjutkannya ke arah stasiun sudimara, tempat pertama ku saat memulai vakansi ini. Setibannya di manggarai, kepadatanpun terasa bersamaannya para pekerja untuk pulang ke tujuaannya masing – masing.

            17 : 30 Senja Menggila di Manggarai, Vakansi aku tutup dengan menaiki kereta ciujung ekspress untuk pulang ke rumah.  Istirahatku didalam gerbong kereta, membawa aku untuk bekata: “ itulah bervakansi di kota nomor satu di negri ini, Jakarata”.


created by : Riesyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar