Kamis, 06 Januari 2011

Perbandingan RI-Amerika dan RI Austria

HUBUNGAN AMERIKA SERIKAT DENGAN INDONESIA
Hubungan Amerika Serikat dengan Indonesia adalah kronologis peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum dan setelah Indonesia merdeka, yang membawa dampak kepada hubungan kenegaraannya dengan Amerika Serikat.

1.      Hubungan awal sebelum kemerdekaan (1801 – 1942)

  • Thomas Hewes adalah konsul Amerika Serikat pertama yang menjabat di Batavia, Jawa pada 24 November 1801 dan selesai menjabat pada 26 Januari 1802.
  • Robert R Purvis menjadi Agen Perdagangan di Medan, Sumatra yang ditunjuk oleh Mentri Luar Negri AS pada 12 Juli 1853; kemudian kantor Agen Perdagangan dijadikan kantor wakil konsulat di tahun 1866 dan agen konsulat di tahun 1898. Kantor agen perdagangan ini kemudian diperintahkan untuk ditutup pada 4 Januari 1916 dan menjadi konsulat dengan Horace J. Dickinson sebagai konsul yang pertama pada 21 Juli 1917. Konsulat ini sendiri kemudian ditutup pada 25 Juli 1917.
  • Joseph Balestier menjadi konsul di Riau, Kepulauan Bintan pada 11 Oktober 1833 penunjukannya disahkan pada 10 Februari 1834. Tidak jelas kapan perwakilan di Riau ini akhirnya ditutup.
  • Carl Van Oven menjadi agen konsuler pada 11 Januari 1866 di Surabaya, Jawa. Kantor ini kemudian menjadi konsulat dengan ditunjuknya Harry Campbel pada 25 Mei 1918. Konsulat Surabaya kemudian ditutup pada 22 Februari 1942 dan dibuka lagi untuk umum pada 27 Mei 1950.
  • Edward George Taylor menjadi agen konsuler di Semarang, Jawa pada 10 Juli 1885. Agensi ini kemudian ditutup pada 1 Oktober 1913

2.       Hubungan antar negara setelah kemerdekaan 1949-sekarang

Perwakilan resmi

·         28 Desember 1949, pengakuan Amerika Serikat atas kemerdekaan Indonesia dan penunjukkan Duta Besar pertama di Indonesia H. Merle Cochran untuk Kedutaan Besar Amerika di Jakarta.
·         20 Februari 1950 Ditunjuknya Duta Besar Indonesia untuk Amerika, Dr. Ali Sastroamidjojo.
·         13 Januari 1950 James Imam Pamudjo ditunjuk sebagai konsul terhormat pos Indonesia di New York.
·         15 Juli 1950 Abdoel Hamid menjadi konsul di San Fransisco.

3.      Hubungan Ekonomi Indonesia dengan Amerika 2006
·         Neraca Perdagangan
Menurut CIA World Fact Book (https://www.cia.gov/cia/publications/factbook/geos/id.html) s/d tahun 2005 expor Indonesia ke AS ditaksir sekitar 9,62 Milyar US$ (dengan komoditas utama migas, barang elektronik, kayulapis, textil dan karet). Sedang impor dari AS adalah 4,16 Milyar US$ (dengan komoditas utama mesin, bahan kimia, bahan makanan). Sayang tidak ada statistik lebih detil untuk masing-masing komoditas tersebut. Data dari CIA ini berdekatan dengan data resmi BPS (http://www.bps.go.id/leaflet/bookletjuli2006.pdf?)  ekspor Indonesia ke AS 2005: 9,87 Milyar US$ (11,5% total ekspor) sedang impor dari AS: 3,88 Milyar US$ (6,7%).
Ini artinya, bila terjadi pemutusan hubungan dagang dengan AS (baik karena kita memboikot produk AS, atau AS mengembargo kita), maka dampak ekonomi yang ditimbulkan tidaklah sebesar yang dicemaskan orang – dengan catatan negara-negara lain seperti Uni Eropa, Jepang atau Cina tidak ikut-ikutan.
·         Hutang LN
Menurut Koalisi Anti Utang (www.kau.or.id) hutang LN Indonesia kepada AS terdiri dari hutang multilateral, yakni dengan beberapa Lembaga Keuangan yang didominasi AS seperti IBRD (Bank Dunia) = 7.86 Milyar US$ (12.7%) dan hutang bilateral 3.53 Milyar US$ (5.7%).
Melihat dari porsi utang tersebut, sebenarnya tidak layak AS selalu memaksakan agendanya ke Indonesia.
·         Investasi
Idealnya ada data total investasi AS di Indonesia menurut bidang investasinya serta jumlah perusahaannya. Namun sementara ini data yang didapat dari Badan Koordinasi penanaman Modal (www.bkpm.go.id/en/figure.php?mode=baca&t=Facts%20and%20Figures) adalah bahwa AS bukanlah negara asal yang menonjol dalam investasi. Dari 2001- September 2006, total investasi AS di Indonesia hanya berjumlah 208 investasi (2,60% dari seluruh PMA di Indonesia) atau hanya senilai 1,1 Milyar US$ (1,49%). Jadi sebenarnya sangat kecil. Namun angka investasi ini adalah diluar Investasi Sektor Minyak & Gas Bumi, Perbankan, Lembaga Keuangan Non Bank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, Pertambangan dalam rangka Kontrak Karya, serta Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara.
·         Wisatawan AS di Indonesia
Menurut BPS (http://www.bps.go.id/leaflet/bookletjuli2006.pdf? Halaman 52) jumlah kunjungan wisata dari AS pada 2005 adalah 160.597 orang dan setiap kunjungan mereka rata rata selama 13 hari dan mengeluarkan uang rata-rata 1334 US$/orang/kunjungan. Dengan demikian bila Indonesia ditutup bagi wisman AS, maka kehilangan per tahun ditaksir adalah 214,2 juta US$. Namun ini ternyata hanya 4,7% dari total penerimaan sektor wisata dari kunjungan wisman.
·         Expatriate
Warga negara Indonesia yang belajar atau bekerja di AS akan terkena dampak langsung hubungan Indonesia-AS. Bila hubungan memburuk, mereka terancam berhenti belajar atau bekerja. Sayangnya jumlah mereka tak diketahui dengan pasti. Informasi dari KBRI Washington (http://www.embassyofindonesia.org/) hanya menyebutkan jumlah paspor yang dikeluarkan oleh KBRI, yang jumlahnya hanya berkisar 1000 paspor/tahun. Paspor dari KBRI biasanya hanya diberikan pada WNI yang menetap di AS namun tetap memegang kewarganegaraan Indonesia. Dengan asumsi paspor berlaku 10 tahun, maka jumlah mereka berkisar 10.000 orang. Namun seorang WNI yang tinggal di AS dan sering bolak-balik ke Indonesia (pelajar atau pengusaha), tidak selalu harus berurusan dengan KBRI. Info ini lebih tepat dicari pada kedutaan AS di Jakarta (http://www.usembassyjakarta.org/).
Sayangnya di sana juga tidak ada data jumlah visa yang diberikan untuk WNI untuk pergi ke AS. Hal serupa juga terjadi pada warga negara AS yang bekerja di Indonesia untuk jangka lama. Warga AS bebas visa bila hanya berkunjung 1 bulan. Jadi mereka yang mondar-mandir ke Indonesia dan tiap bulan pergi ke Singapura, tidak perlu visa. Sebenarnya di Ditjen Imigrasi Departemen Luar Negeri mestinya ada data tentang warga AS yang masuk ke Indonesia.



·         Militer
Kepentingan militer diduga paling dominan dalam hubungan ekonomi Indonesia-AS. Kepentingan yang dimaksud adalah berupa:
(1) pembelian persenjataan dari AS
(2) pelatihan personil militer ke AS
(3) bantuan (grant) untuk program-program militer di Indonesia
Semacam pembentukan Densus-88 anti teror. Sayang informasi di bidang ini justru paling sulit didapat. Kalau misalnya ada data perbandingan negara asal persenjataan yang dimiliki TNI, barangkali kita akan tahu, serapuh apakah kita terhadap AS. Namun sejak embargo senjata AS tahun 1991 (kasus Dili), Indonesia telah memutuskan untuk melakukan diversifikasi negara tempat membeli senjata.
MENGGALI POTENSI KEMITRAAN STRATEGIS INDONESIA-AMERIKA SERIKAT
Dalam hubungan bilateral Indonesia-Amerika Serikat masa kini, terdapat sekurangnya lima unsure strategis yang apabila digali potensi-potensinya, diharapkan perolehan-perolehan optimal dapat diraih. Uraian lima unsur strategis itu sebagai berikut:
1. Konfigurasi kekuatan-kekuatan politik dan ekonomi di kawasan Asia.
Cina dan India kini telah muncul sebagai kekuatan ekonomi baru di Asia yang telah mengubah dengan sangat mendasar konfigurasi kekuatan-kekuatan politik dan ekonomi di Asia. Pertumbuhan ekonomi mereka yang masing-masing 7% (India) dan 9% (Cina) dengan GDP masing-masing US$ 3,61 trilyun dan US$ 8,83 trilyun) mau tidak mau menuntut dilakukannya penyesuaian-penyesuaian kebijakan ekonomi dan perdagangan oleh Amerika Serikat dengan kedua negara itu maupun dengan negara-negara asia lainnya.
Ramifikasi dari perkembangan Cina dan India sebagai kekuatan ekonomi di satu pihak dan dinamika politik internasional kawasan di pihak lain telah memberikan peluang bagi Indonesia dan Amerika Serikat untuk bekerja sama membentuk suatu arsitektur kawasan yang terus memberi peluang warganya untuk mengejar tujuan-tujuan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran. Sebagai kekuatan global yang memiliki jangkauan kebijakan luar negeri (foreign policy outreach) yang sangat luas dan memiliki jangkauan kekuatan militer (military power outreach) yang sangat besar sejak Perang Dunia II hingga kini, Amerika Serikat terus "hadir" di Asia.
Dengan perkembangan pesat Cina dan India itu, Amerika Serikat tentu memerlukan penyesuaian-penyesuaian kebijakan ekonomi, politik, maupun militernya di kawasan ini. Dalam proses penyesuaian inilah Indonesia dengan potensi-potensi yang dimiliki, yang mencakup empat unsur strategis di bawah ini, merupakan partner yang dapat memiliki arti strategis bagi Amerika Serikat, di samping negara-negara ASEAN lain, Jepang, dan Korea Selatan.
2. Kebutuhan dan pasokan energi serta potensi pasar dalam hubungan dagang serta investasi antara Indonesia dan Amerika Serikat.
Indonesia merupakan mitra kerja sama yang sangat penting di bidang minyak dan gas bagi Amerika Serikat, sekaligus penerima investasi di bidang pertambangan yang cukup besar dari "negeri Paman Sam" itu. Kenyataan ini ditunjukkan dengan beroperasinya perusahaan-perusahaan besar seperti ExxonMobile, Chevron, Conoco Phillips, Freeport McMoran, NewMont sejak dulu di Indonesia.
Nilai investasi Amerika Serikat di Indonesia pada 2006 mencapai lebih dari US$ 10 milyar. Tahun 2008, Indonesia bahkan akan menjadi pemasok langsung energi bagi kawasan pantai barat Amerika Serikat yang diambil dari Tangguh di Papua. Mengenai minyak, Amerika Serikat, yang dikatakan sebagai addicted to oil, dewasa ini mengonsumsi lebih kurang 19 juta barel minyak sehari. Mengingat telah eratnya kerja sama bidang energi Indonesia-Amerika Serikat, kebutuhan minyak dari negara lain di luar Amerika yang juga terus meningkat akan menjadi "saingan" bagi Amerika yang "ketagihan minyak".
Kerja sama Indonesia-Amerika Serikat di bidang energi yang telah ada, dengan demikian, perlu terus digali peluangnya agar Indonesia maupun Amerika memperoleh hasil optimal dalam menghadapi masalah energi "tradisional" ini. Belum lagi apabila Indonesia juga punya kesiapan melakukan kerja sama dengan Amerika di bidang biofuel. Tentu kesiapan ini akan memberi peluang lebih besar bagi Indonesia untuk meningkatkan kerjasa manya dengan Amerika.
Di bidang perdagangan, nilai total perdagangan kedua negara yang kini mencapai lebih kurang US$ 13,4 milyar masih dapat ditingkatkan oleh masing-masing negara.

3. Nilai-nilai pluralisme di masyarakat Indonesia dan Amerika Serikat.
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai etnis dan budaya, yang membuatnya menjadi sebuah entitas yang sangat pluralistik. Ketika masyarakat pluralistik ini mulai mengadopsi nilai-nilai demokrasi, proses konsolidasi menjadi negara kesatuan Republik Indonesia yang seutuhnya merupakan fenomena yang makin menarik bagi bangsa Amerika Serikat. Indonesia makin diminati untuk menjadi sebuah bahan studi maupun untuk kepentingan-kepentingan lain, seperti menciptakan stabilitas kawasan Asia dan upaya memerangi terorisme.
Kawasan yang damai, stabil, dan harmonis tapi tetap pluralistik merupakan aspirasi yang sangat kuat dari negara-negara di kawasan Asia itu sendiri. Bagi Amerika Serikat, tentu kawasan Asia Tenggara dengan Indonesia yang pluralistik tapi stabil dan damai merupakan salah satu penyumbang bagi tujuan politik luar negerinya di tingkat global.
Selain itu, sebagai sesama masyarakat yang pluralis, terdapat berbagai peluang untuk kerja sama di bidang penelitian, pendidikan, pemberdayaan masyarakat yang memperkuat peran-peran masyarakat masing-masing, khususnya masyarakat Indonesia. Konsep masyarakat madani telah mendarah daging di kalangan publik Amerika Serikat, yang setiap saat ingin dikembangkan dan diperkuat bersama masyarakat madani yang lain.
4. Nilai-nilai demokrasi dan besarnya jumlah pemeluk agama Islam di Indonesia.
Sejak mulai berdirinya negara Amerika Serikat melalui Declaration of Independence pada 4 Juli 1776, "negeri Paman Sam" ini terus dibangun melalui penguatan nilai-nilai demokrasi dan pluralisme. Tahap-tahap perkembangannya dilalui dengan pengorbanan, termasuk ribuan nyawa manusia, dan berlangsung dalam kurun waktu yang mencapai ratusan tahun.
Masyarakat "demokrasi tua" (baca: Amerika Serikat) pada tahap dewasa ini tampaknya telah dengan bulat meyakini bahwa demokrasi adalah sebuah kerangka kebangsaan tanpa alternatif untuk melangsungkan sebuah kehidupan bernegara. Dengan keyakinan seperti itu, terbentuknya sebuah "demokrasi muda", yakni negara kesatuan Republik Indonesia telah menjadi sebuah entitas baru yang dapat dimitrakan dengan negaranya oleh para elite masyarakat Amerika Serikat.
Kesamaan landasan kenegaraan antarkedua negara ini dapat menyuburkan dorongan-dorongan untuk bekerja sama secara lebih luas dan mendalam. Kenyataan bahwa Indonesia kini menjadi negara demokrasi terbesar ketiga setelah India dan Amerika Serikat --terbukti pada Oktober 2004 lebih kurang 126 juta pemilih di Indonesia dengan damai berhasil memilih pemimpin nasional mereka-- telah menyediakan "lahan-lahan" kerja sama yang lebih subur bagi kedua negara, yang tentunya dapat secara optimal memberi manfaat bagi Indonesia.
Belum lagi "demokrasi muda" itu adalah sebuah negara yang penuh dengan penduduk yang beragama Islam. Kenyataan demokrasi yang berjalan beriringan dengan Islam itu juga menjadi sebuah perhatian bagi elite di Amerika Serikat yang dapat menjadi potensi besar bagi kerja sama kedua negara.
5. Kepemimpinan nasional Indonesia.
Sebuah fakta yang tampak di Amerika Serikat pada masa kini adalah banyaknya elite politik maupun sektor swasta yang mempercayai komitmen kepemimpinan nasional Indonesia untuk menciptakan Indonesia yang demokratis, pluralistik, menegakkan dan memajukan HAM, memiliki good governance, dan menerima dengan baik kerja sama-kerja sama internasional (international cooperation-friendly).
Harapan-harapan para elite Amerika Serikat ini tentu akan terwujud apabila kepemimpinan nasional di Indonesia terus mendapat dukungan dari masyarakat Indonesia sendiri, sejalan dengan harapan-harapan bangsa Indonesia pada umumnya. Bukan hanya para elite di Amerika Serikat, bangsa Indonesia juga menghendaki Indonesia yang memiliki good governance, demokratis, dan pluralis tapi berkemampuan untuk bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain secara canggih.
Mengenai lima unsur strategis dalam hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat tersebut, tentu masing-masing unsur harus dilihat sebagai peluang dan digunakan secara kritis. Pilihan-pilihan kebijakan untuk menangkap peluang yang ada harus dirumuskan dengan pemahaman yang mendalam mengenai kepentingan-kepentingan ekonomi, politik, dan keamanan yang dikehendaki bangsa Indonesia. Pilihan-pilihan kebijakan itu sepenuhnya milik bangsa Indonesia, yang tentunya tidak boleh didikte oleh kepentingan bangsa lain.




HUBUNGAN RI-AUSTRIA
Dalam waktu bersamaan, Indonesia menerima dua presiden negara terpandang, Presiden Amerika Serikat Barack Husein Obama dan Presiden Austria Heinz Fischer. Peristiwa ini sangat jarang terjadi. Kita bisa membayangkan betapa repotnya menjamu dua tamu kehormatan negara ini. Tapi, pengalaman protokoler Istana dan persiapan yang matang membuat semuanya lancar. Soal Obama dan segala hal yang terkait dengan kesepakatan kerja sama serta nostalgia masa kecil Obama, yang membuat warna kunjungan itu begitu akrab, sudah dibahas tuntas.
Tapi mengenai pembicaraan antara Presiden Yudhoyono dan Presiden Heinz Fischer, belum banyak diungkap. Oleh karena itu, kita akan menyinggung lebih dalam soal kerja sama dengan Pemerintah Austria tersebut. Austria sebagai salah satu negara yang dikenal cukup aman dan nyaman ditempati juga dikenal sebagai negara memiliki kelebihan dalam bidang hydropower atau pembangkit listrik tenaga air. Nah, Indonesia yang memiliki sumber air luar biasa, tapi kekurangan tenaga listrik, dilirik oleh Austria.
Dalam sambutan acara Indonesia- Austria Economic Forum di Jakarta, Rabu (10/11), Presiden Heinz Fischer menawarkan kerja sama di bidang ini dengan Indonesia. Menurut kita, tawaran tersebut sangat menarik, dan sudah sepatutnya Indonesia mempertimbangkan kerja sama dengan Austria dalam bidang hydropower tersebut. Dengan kerja sama itu, kita akan mendapatkan pengalaman bagaimana memanfaatkan sumber air yang sangat berlimpah, untuk menghasilkan energi listrik yang sangat dibutuhkan.
Selain forum ekonomi, dalam pertemuan antara Presiden Yudhoyono dan Presiden Fischer, kedua kepala negara membicarakan peningkatan kerja sama ekonomi, politik, dan kerja sama di bidang pencegahan aksi teror. Dalam kesempatan itu, Presiden Fischer mengundang Presiden Yudhoyono untuk berkunjung ke Austria guna meningkatkan hubungan kedua negara.
Karena itu, menurut kita, ajakan tulus dari Presiden Austria ini perlu disambut dan ditindaklanjuti, paling tidak, dengan hubungan yang makin erat, berbagai kerja sama bisa dijalin. Aspek lain, negara Indonesia akan makin dikenal, bukan hanya di Austria, tapi juga di belahan Eropa lainnya. Kita pun akan menekankan aspek kerja sama yang didorong Indonesia, yakni bidang politik dan pertahanan, khususnya pemberantasan terorisme, serta kerja sama dalam bidang keagamaan untuk membangun dialog tentang perlunya kerukunan antarumat beragama dibangun lebih erat lagi guna kepentingan perdamaian dunia.
Presiden Yudhoyono meyakinkan koleganya dari Austria bahwa kalau kerukunan dan harmoni antarbangsa dijaga, perdamaian dunia makin baik. Karena itu, harus dihindari perpecahan dan menjaga harmoni. Yang penting, semua pihak berperan secara nyata aktif melakukan dialog antaragama dan peradaban. Gayung pun bersambut. Pemerintah Austria, menurut Presiden Fischer, berjanji akan ikut aktif dalam dialog keamanan, termasuk dialog lintas agama dengan Indonesia.
Sebelumnya, Indonesia dan Austria menandatangani perjanjian di bidang peningkatan kerja sama dialog antarumat beragama untuk mendorong hubungan kedua negara yang lebih baik. Menurut kita, kerja sama dalam bidang politik dan pertahanan serta dialog intensif antarumat beragama tidak kalah strategisnya dengan kerja sama di bidang ekonomi maupun perdagangan. Realisasi dari kerja sama ini antara lain bisa dalam bentuk pertukaran pelajar/mahasiswa maupun saling kunjung tokoh atau pemuka agama.
Dengan demikian, mereka nantinya bisa menyebarkan benih-benih kerja sama itu dalam skala yang lebih luas. Jika kita cermati, sebenarnya dialog lintas agama antara Austria dan Indonesia telah dilakukan 22 hingga 24 September 2010 di Yogyakarta dan diselenggarakan secara berturut-turut di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka).
Dialog tersebut mengambil tema “Enhancing Cooperation between Indonesia and Austria through the Promotion of Respect on Religious and Cultural Diversity”. Kita yakin dengan intensifnya dialog seperti itu, pemahaman kedua negara tentang agama dan peran pentingnya bagi perdamaian makin nyata, bukan sebaliknya. Dengan dialog, kedua negara saling mengetahui warna-warni budaya serta kehidupan keagamaan yang bisa disinergikan untuk kepentingan yang lebih luas, yakni perdamaian dunia.
Hasil-Hasil Pertemuan Antara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Dengan Menteri Ekonomi  Austria.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia telah melakukan pertemuan dengan Menteri Ekonomi Austria dan dilanjutkan pertemuan dengan delegasi bisnis Austria. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI menyambut gembira kedatangan Menteri Ekonomi Austria beserta para delegasi bisnis untuk melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia. Pada pertemuan dengan Menteri Ekonomi Austria kedua belah pihak membahas berbagai aspek dalam rangka meningkatkan hubungan bilateral antara Indonesia dengan Austria. Menteri Ekonomi Austria menyampaikan terima kasih atas penerimaan yang hangat dan persahabatan yang ditunjukkan oleh pemerintah Indonesia. Dalam kunjungan kali ini, Menteri Ekonomi Austria didampingi oleh 13 pengusaha Austria yang akan menindaklanjuti hasil-hasil kunjungan ini.
Kedua Menteri menyambut baik terjalinnya hubungan bilateral yang semakin baik antara kedua negara. Hubungan baik tersebut sudah terjalin sejak lama dan diharapkan akan terus mengalami peningkatan di masa mendatang. Pada pertemuan dengan delegasi bisnis Austria, Menteri Ekonomi Austria menyerahkan dokumen terkait dengan informasi proyek-proyek yang diminati oleh perusahaan-perusahaan Austria dan melakukan presentasi tentang tiga belas (13) proyek kerjasama yang ditawarkan,  sebagai berikut :
1.      Pengembangan Rumah Sakit antara AME International GmbH dengan Kementerian Pertahanan
2.      Penyediaan peralatan hydro power antara Andritz Hydro GmbH dengan P.T. PLN dan Kementerian Pekerjaan Umum
3.      Penyediaan solusi berteknologi tinggi di berbagai bidang
4.      Pengembangan powertrain system antara AVL List GmbH dengan Kementerian Pendidikan Nasional
5.      Pengembangan dan penyediaan mesin dan sistem untuk pemeliharaan jalur kereta api antara Plasser & Theurer Export von Bahnbaumaschinen GmbH dengan Ditjen Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan
6.      Penyediaan konsep-konsep, pembangunan dan pengoperasian di bidang pelayanan kesehatan antara VAMED Engineering GmbH &Co KG dengan Kementerian Pertahanan
7.      Sistem transportasi antara VAE GmbH dengan Ditjen Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan
8.      Produsen jalan kerta api untuk kereta api listrik antara Doppelmayr Seilbahnen GmbH dengan P.T. SARATOGA Infrastruktur
9.      Penyediaan system komunikasi dan informasi di bidang perhubungan udara dan keselamatan umum antara Requentis AG dengan Kementerian Perhubungan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan
10.  Konsultan bisnis terkait tsunami antara ICR GmbH dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi
11.  Penyediaan alat-alat teknologi perkeretapaian antara LISINGER Maschinenbau GmbH dengan Ditjen Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan
12.  Penyediaan system keamanan informasi antara Mils Electronic GmbH &Co KG dengan Kementerian Pertahanan dan Kementerian Dalam Negeri
13.  Penyediaan system untuk pengolahan air limbah antara Ovivo Austria GmbH dengan Kementerian Pertahanan

Setelah presentasi proyek oleh delegasi bisnis Austria, kedua Menteri menyaksikan penandatanganan 3 dokumen kerjasama. Tiga dokumen kerjasama dimaksud adalah :
1.      MoU antara perusahaan Austria Doppelmayr Sellbahnen GmbH dan perusahaan Indonesia P.T SARATOGA Insfrastruktur tentang proyek system transportasi untuk Jakarta dan Bandung
2.      MoU antara perusahaan Austria Andritz Hydro GmbH dengan P.T. PLN
3.      LoI antara perusahaan Austria Andritz Hydro GmbH dengan Pusat Litbang Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum untuk proyek pembangunan proyek-proyek power plant HydroMATIX, peningkatan dan rehabilitasi P.T. Tonsea Lama dan instalasi peralatan elektromagnetik untuk PLT Sawangan



Kesimpulan dan Saran
Sebagai tuan rumah dalam kunjungan kenegaraan, Indonesia sudah mampu menunjukkan i’tikad baik dalam menyambut tamunya sebaik mungkin. Kemampuan penyambutan ini tidak perlu dipermasalahkan.
Meskipun demikian, Indonesia punya pendirian dan harga diri dalam meandang setiap hal, termasuk memandang apakah Amerika dan Austria sebagai negara sahabat, atau negara musuh. Indonesia tidak akan selamanya mengandalkan Amerika dan Austria. Indonesia juga harus menyadari bahwa misi Amerika meskipun dibungkus dengan apik dan secara eksplisit baik, tidak akan selamanya menguntungkan dan tidak selamanya memberikan maslahat.
Meskipun demikian, menaklukkan Amerika dengan cara-cara radikal dan dengan cara-cara yang tidak cerdas bukan lagi hal yang dapat diharapkan keberhasilannya. Bagaimanapun juga, kedekatan Indonesia dengan Amerika masih tetap dibutuhkan baik untuk kepentingan kenegaraan maupun kepentingan-kepentingan lainnya.
Adapun saran dari penulis : Indonesia sebagai tuan rumah dalam penyambutan 2 kunjungan kenegaraan dalam satu hari (Austria dan Amerika), tidak perlu membeda – bedakan serta tidak perlu berlebihan ntuk satu Negara saja. Karena hal ini akan memberikan kekecewaan dari satu pihak Negara, yang hasilnya akan membuat kerja sama hubungan kenegaraan akan terganggu.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar