Kamis, 06 Januari 2011

STIMULUS FISKAL

STIMULUS FISKAL SEBAGAI PENANGKAL DAMPAK KRISIS GLOBAL

Stimulus Fiskal merupakan istilah yang populer saat terjadi krisis global. Indonesia sebagai negara berkembang dianggap berhasil menerapkan kebijakan tersebut karena pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa dipertahankan diatas 4 persen selama 2009. Padahal negara-negara lain justru mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif. Berikut ditampilkan pertumbuhan ekonomi triwulanan beberapa negara dunia pada tahun 2009:
20100721_grap1.jpg
sumber: www.bi.go.id
Grafik tersebut menggambarkan bahwa selain Cina, Indonesia termasuk segelintir negara mampu bertahan dalam pertumbuhan ekonomi positif di tahun 2009 ditengah terpaan krisis global. Indonesia dapat menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi, padahal negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang mengalami perlambatan ekonomi yang sangat tajam.
Benarkah Kebijakan stimulus fiskal telah begitu ampuh menangkal dampak krisis global yang dasyat? Dan apakah sebenarnya stimulus fiskal itu?





Kebijakan Fiskal dan Stimulus Fiskal
Menurut Dono Iskandar Djojosubroto (2004), kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan negara dan pengeluaran negara. Di samping pengaruh dan selisih antara penerimaan dan pengeluaran (defisit dan surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara. Di dalam perhitungan defisit dan surplus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) perlu diperhatikan jenis- jenis penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari negara donor serta pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara.
Di sisi lain, yang dimaksud dengan pengeluaran negara adalah semua pengeluaran untuk operasional pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor negara ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan utang luar negeri tidak termasuk dalam penghitungan pengeluaran negara.
Menurut Keynesian, kebijakan fiskal memiliki effect multiplier pada pendapatan. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah pada masa krisis mengeluarkan berbagai kebijakan fiskal untuk memacu perekonomiannya. Salah satunya yang populer pada saat krisis global 2008 adalah instrumen ekonomi berupa stimulus fiskal. Secara garis besar, komposisi dari stimulus fiskal adalah berupa pengurangan beban pajak dan tambahan belanja pemerintah (increased spending). Dalam Mankiw (2003) disebutkan alasan kebijakan fiskal memiliki dampak pengganda (multiplied effect) terhadap pendapatan adalah karena berdasarkan fungsi konsumsi C= C(Y-T)
pendapatan yang lebih tinggi menyebabkan konsumsi yang lebih tinggi. Ketika kenaikan belaja pemerintah meningkatkan pendapatan, itu juga meningkatkan konsumsi, yang selanjutnya meningkatkan pendapatan, kemudian meningkatkan konsumsi, dan seterusnya.
Stimulus fiskal dianggap sebagai solusi yang efektif dalam meredam masa resesi yang kelam dan memacu pertumbuhan ekonomi serta mengurangi gap antara GDP potensial dan GDP aktual yang terjadi akibat hilangnya output karena hantaman krisis. Bahkan menurut Congressional Budget Office (CBO) di Amerika Serikat, tanpa stimulus, tingkat pengangguran dapat meningkat hingga 10 persen. Selain itu, dengan krisis global yang melanda Amerika, diprediksi terjadi kerugian produksi sebesar $2 triliun untuk tahun 2009 dan 2010.
Dengan alasan tersebut, Amerika dan beberapa negara di Eropa dan Asia pun sudah mengeluarkan stimulus fiskal untuk menyelamatkan perkonomian. Negara tersebut adalah AS yang mengeluarkan 1,2% stimulus fiskal dari PDB-nya yakni sebesar US$787 miliar, Inggris 1,1% dari PDB-nya, China 0,6% dari PDB-nya, Jepang 1,0% PDB-nya, Korea Selatan 0,9% PDB-nya, Australia 1,5% PDB-nya, India 0,9% PDB-nya, Singapura 1,1% PDB-nya, Thailand 1,8% PDB-nya, dan Malaysia 4,4% PDB-nya. Sebagian besar dari negara-negara diatas menyalurkan dana stimulus untuk program-program kerakyatan yang bertujuan memperluas lapangan kerja dan meningkatkan daya beli masyarakat.

Stimulus Fiskal di Indonesia
Indonesia pun mengambil langkah kebijakan stimulus fiskal dalam menghadapi perlambatan ekonomi yang terjadi. Indonesia sebagai small open economy cukup mengagumkan dengan masih mencatatkan pertumbuhan ekonomi positif di tahun 2009, padahal negara-negara lain mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif. Pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan tumbuh mencapai 6,1% pada tahun 2008 atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2007 sebesar 6,3%, dan pertumbuhan ekonomi menjadi sebesar 4,4 % pada tahun 2009.
Kebijakan stimulus fiskal Indonesia bertujuan membantu rakyat miskin yang terkena dampak buruk dari krisis global. Dengan perlambatan pertumbuhan perekonomian yang terjadi, penduduk miskin merupakan elemen masyarakat yang paling rentan terkena dampak krisis.
Dengan demikian kebijakan fiskal berupa stimulus dilakukan melalui tiga cara dan sekaligus untuk tiga tujuan yakni pertama: mempertahankan dan/atau meningkatkan daya beli masyarakat untuk mendapat laju pertumbuhan konsumsi; kedua: mencegah PHK dan meningkatkan daya tahan dan daya saing usaha menghadapi krisis ekonomi dunia; dan ketiga: menangani dampak PHK dan mengurangi tingkat pengangguran dengan belanja infrastruktur padat karya.
Program-program stimulus fiskal yang dibuat adalah pemberian kenaikan gaji PNS dan TNI-Polri, kenaikan gaji pensiun serta bantuan langsung tunai (BLT). Untuk peningkatan daya tahan dan daya saing dunia usaha, pemerintah memberikan keringanan dan penurunan tarif pajak serta subsidi PPN guna menjaga kelangsungan proses produksi sehingga resiko PHK dapat diminimalkan.
Selanjutnya dalam mengantisipasi bertambahnya jumlah pengangguran, pemerintah telah menambah proyek pembangunan infrastruktur di 10 Kementerian teknis/sektoral yang nilainya mencapai Rp.12,2 triliun. Proyek ini diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja baru bagi 1 juta orang.
Berdasarkan data yang ada, ketiga target tersebut dapat dicapai. Seperti telah disebutkan di atas, pertumbuhan ekonomi memang dapat dipertahankan di atas 4 %, bahkan mencapai 5,4 % di kuartal ke-4 tahun 2009. Sementara itu, pengangguran pada 2009 juga menurun sebesar 168.626 juta jiwa atau 1,82 %. Kemiskinan pada tahun 2009 pun menurun sebesar 2,43 juta jiwa atau sebesar 7,47%. Penurunan pengangguran dan kemiskinan dapat digambarkan sebagai berikut:
20100721_grap2.jpg
Sumber: BPS
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa pengangguran dan kemiskinan di Indonesia memiliki tren yang cenderung menurun. Meski Indonesia terkena dampak krisis global pada awal 2008, namun krisis tersebut tidak terlalu mempengaruhi kedua indikator makroekonomi tersebut.
Menurut laporan Bappenas, Penyerapan anggaran kegiatan stimulus fiskal sampai dengan akhir Desember 2009 adalah sebesar 93,61% dari total anggaran sebesar Rp. 11,549 triliun, sedangkan realisasi fisiknya mencapai 94,73% dari rencana. Kementerian PU menyerap 97,46%, Kemenhub menyerap 94,58%, Kementerian ESDM menyerap 98,47%, KKP menyerap 96,78%, Kemendag menyerap 94,26%, Kemenkes menyerap 99,86%, Kemennakertrans menyerap 84,43%, Kemenpera menyerap 99,29%, dan Kementerian Koperasi dan UKM menyerap 93,44%. Dari seluruh kegiatan tersebut, jumlah tenaga kerja yang terlibat mencapai 1.072.612 orang, atau 79,87% dari yang direncanakan.
Sementara itu, total dana yang tak terserap sebesar 6,96%, Rp.365 miliar atau 3,16% dari total pagu merupakan anggaran yang dikelola Bendaharawan Umum Negara untuk subsidi bahan baku obat dan air bersih. Penyebab tak terserapnya anggaran dikarenakan dana subsidi yang semula dialokasikan untuk mengantisipasi gejolak kurs akibat krisis fiskal, ternyata tidak terjadi sehingga dana dimaksud tidak dicairkan.
Sisa dana lainnya yang tidak terserap umumnya berasal dari efisiensi atau penghematan saat pelelangan, walaupun terdapat pula beberapa kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan. Beberapa penyebabnya adalah karena adanya kegiatan yang dananya “di-bintang” oleh Kermenkeu seperti terjadi di Kemenhub (kegiatan pembangunan Pelabuhan Konawe). Sementara itu, terjadinya keterlambatan DIPA juga menjadi penyebab rendahnya penyerapan sebagaimana terjadi di Kemennakertrans, terdapat DIPA yang baru diterima tanggal 24 November 2009 sehingga waktu yang tersedia untuk pelaksanaan kegiatan kurang dari sebulan. Faktor penyebab lainnya adalah tidak tersedianya tanah untuk kegiatan seperti yang terjadi di Kemenhub (pembangunan pelabuhan Kuala Semboja), Kemendag (pembangunan pasar di beberapa daerah), dan Kementerian Koperasi dan UKM (pembangunan pasar di Penajem Kalimantan Timur). Penyebab lainnya adalah karena kondisi alam berupa gelombang tinggi telah menyebabkan dibatalkannya pembangunan pelabuhan.
Selain sebab-sebab keterlambatan atau pembatalan di atas, terdapat pula kegiatan tertunda sebagai akibat kondisi cuaca, yaitu pembangunan pasar di Kabupaten Anambas, karena kapal pengangkut bahan tenggelam akibat cuaca buruk.
Stimulus fiskal tersebut memang telah mencapai target yakni terserap lebih dari 90 persen. Namun capaian tersebut tidak boleh menjadi titik henti dalam memperbaiki perekonomian negara. Good Governance harus terus diterapkan. Hukum harus selalu dijunjung tinggi. Dan korupsi harus diberantas setiap saat. Dengan demikian Indonesia tidak hanya dapat mempertahankan atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi saja, melainkan juga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

( Chairil/ Hamidi/ Prima )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar